Banyak Novel yang menggunakan peristiwa sejarah sebagai latar belakang
ceritanya. Tak sedikit di antara novel sejarah memakai latar waktu masa
penjajahan, kerajaan dan peristiwa bersejarah lainnya. Ada juga beberapa
novel yang secara khusus menceritakan kisah hidup seorang tokoh bangsa
atau tokoh kenamaan pada masanya. Unsur histori dan hikayat yang terdapat
pada novel sejarah membuat kisah yang diceritakan menjadi semakin seru dan
terasa lebih nyata.
Beberapa dekade / dasawarsa terakhir ini banyak muncul karya sastra berupa
prosa novel-novel bertema silat dengan latar cerita sejarah Nusantara.
Cerita ini umumnya banyak mengandung pembelajaran, nilai filsafat,
keanekaragaman ilmu silat dan Kekayaan Nilai-Nilai Karakter pada
ceritanya.
Penasaran, apa saja novel sejarah yang admin maksud, langsung saja simak
daftar ulsannya berikut ini.
Serial Nagabumi
Serial Nagabumi merupakan novel / cerita silat karangan Seno Gumira
Ajidarma.
Dikisahkan Pulau Jawa tahun 871. Pendekar tanpa nama yang telah mengundurkan
diri dari dunia persilatan sudah 100 tahun umurnya. Pendekar tua itu sudah
lupa, siapa saja lawan yang pernah terbunuh olehnya, dan barangkali kini
murid atau kerabat lawan-lawannya datang menuntut pembalasan dendam. Bahkan
negara menawarkan hadiah besar untuk kematiannya.
Pendekar tua itu tahu ajalnya sudah dekat, tetapi ia tidak ingin mati
sebelum menuliskan riwayat hidupnya, sebagai cara membongkar rahasia
sejarah.
Nagabumi, sebuah cerita tempat orang-orang awam menghayati dunia persilatan
sebagai dunia dongeng, tentang para pendekar yang telah menjadi terasing
dari kehidupan sehari-hari, karena tujuan hidupnya untuk menggapai wibawa
naga.
Nagabumi adalah drama di antara pendekar-pendekar, pertarungan jurus-jurus
maut, yang diwarnai intrik politik kekuasaan, maupun pergulatan
pikiran-pikiran besar, dari Nagasena sampai Nagarjuna, dengan selingan kisah
asmara mendebarkan, dalam latar kebudayaan dunia abad VIII-IX.
Pandaya Sriwijaya
Pandaya Sriwijaya merupakan novel / cersil Karya Yudhi Herwibowo
Dikisahkan Pemilihan Pandaya Sriwijaya, pengawal istimewa kerajaan,
seharusnya telah berakhir. Namun, kehadiran seorang gadis bercadar dengan
rajah kupu-kupu di pipinya membuat keputusan Dapunta Cahyadawasuna berubah.
Gadis itu tak kalah hebatnya dengan pandaya terpilih, seorang pemuda dengan
tiga pedang. Pertempuran keduanya, dengan jurus- jurus kejutan yang begitu
dahsyat, seolah tak akan pernah usai. Keduanya sama kuat. Dapunta
Cahyadawasuna pun menjatuhkan keputusan dan berbeda dari tradisi sebelumnya,
Sriwijaya kini memiliki dua pandaya.
Sriwijaya, di tengah ancaman kerajaan tetangga dan kedatuan-kedatuan yang
mulai berkhianat, masih menggenggam ambisi menguasai Bhumi Jawa. Dibutuhkan
pendekar-pendekar kuat nan digdaya untuk mencapainya, selain juga
armada-armada yang tangguh. Namun, upaya mempertahankan kebesaran Sriwijaya
bukan tanpa biaya. Ada luka, tangis, amarah, dan tak ketinggalan, dendam.
Dan, tak ada yang mengira, sebuah dendam bisa memorakporandakan kesatuan
terhebat di wilayah Nusantara pada masa itu. Berhasilkah para Pandaya
Sriwijaya mempertahankan kebesaran yang selalu dibanggakan para leluhur?
Dalam 12 purnama, Balaputradewa mengucurkan darah 25.00 nyawa. Semua demi
kebesaran sebuah nama: Sriwijaya.
Nagasasra dan Sabuk Inten
Nagasasra dan Sabuk Inten adalah novel cerita silat klasik karya S.H.
Mintardja.
Dikisahkan Mahesa Jenar pergi mengembara meninggalkan Istana Demak karena
perselisihan soal keyakinan agama (Mahesa Jenar adalah murid Syekh Siti
Jenar, seperti juga Ki Kebo Kenanga alias Ki Ageng Pengging) dan karena
hilangnya pusaka-pusaka Kesultanan Demak, di antaranya keris-keris Kiai
Nagasasra dan Kiai Sabukinten. Keris-keris itu ternyata tengah menjadi
rebutan tokoh-tokoh golongan hitam, karena dianggap bisa menjadi sipat
kandel (Jawa: modal spiritual) bagi penguasa Tanah Jawa.
Sementara itu dalam perjalanannya menemukan kembali keris Nagasasra dan
Sabukinten, Mahesa Jenar menemukan beberapa persoalan lain yang saling kait
mengait. Menghilangnya ayah Rara Wilis, yang kemudian menjadi kepala
gerombolan di Gunung Tidar. Sementara itu sahabatnya, Ki Ageng Gajah Sora
yang menjadi Kepala Daerah Perdikan Banyu Biru, difitnah oleh adiknya, Ki
Ageng Lembu Sora, yang tamak ingin menguasai wilayah Banyu Biru, dan pada
akhirnya harus ditangkap dan ditahan di Demak. Dalam pada itu, semua
gerombolan dari golongan hitam itu berdatangan menyerbu ke Banyu Biru,
karena adanya isu keberadaan keris Nagasasra dan Sabukinten di daerah
tersebut.
Mahesa Jenar, dengan dibantu sahabat-sahabatnya, berupaya keras
menyelamatkan Banyu Biru dari bencana, sambil mendidik Arya Salaka sebagai
pewaris wilayah Banyu Biru pada masa depan. Sedangkan keris-keris Nagasasra
dan Sabukinten diselamatkan oleh seorang sakti yang selalu diliputi oleh
rahasia, namun sangat dihormati oleh Baginda Sultan Trenggana dari Demak.
Damarwulan Senapati Kerajaan Majapahit
Damarwulan Senapati Kerajaan Majapahit merupakan novel karangan Zube Usman.
Damarwulan tokoh legendaris dalam sastra lisan Jawa Timur telah diangkat
penulis menjadi cerita yang menarik.
Dengan latar Kerajaan Majapahit yang diperintah raja putri Dewi Suhita,
Damarwulan sebagai tokoh kebenaran dapat menaklukkan Menak Jingga, Raja
Blambangan yang memberontak terhadap Kerajaan Majapahit.
Dalam cerita ini muncul pula tokoh punakawan Sabda Palon dan Naya Genggong
pada pihak yang benar serta Dayun pada pihak yang salah yang dapat memberi
wama tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia.
Mudah-mudahan buku ini dapat memenuhi permintaan pembaca yang sudah terlalu
lama menantikan penerbitan ulang.
Senopati Pamungkas
Senopati Pamungkas adalah novel / cersil karya Arswendo Atmowiloto.
Diceritakan Baginda Raja Sri Kertanegara membawa Keraton Singasari ke puncak
kejayaan yang tiada taranya pada awal sejarah keemasan. PAsukan Tartar yang
berhasil menaklukkan dunia dipecundangi. Umbul-umbul berlambang singa
berkibar ke seberang lautan.
Idenya mendirikan Ksatria Pingitan, semacam asrama yang mendidik para
prajurit sejak usia dini, menghasilkan banyak ksatria. Di antaranya Upasara
Wulung, yang sepanjang usianya dihabiskan di situ.
Upasara Wulung terlibat dalam intrik Keraton, perebutan kekuasaan,
pengkhianatan, keculasan, terseret arus jago-jago kelas utama: mulai dari
Tartar di negeri Cina, Pu’un Banten, puncak gunung, dengan segala ilmu yang
aneh. Juga lintasan asmara yang menggeletarkan.
Ilmu segala ilmu itu adalah Tepukan Satu Tangan, di mana satu tangan lebih
terdengar daripada dua tangan. Di banyak negara diberi nama berbeda, tetapi
intinya bsama. Pasrah diri secara total.
Diangkat sebagai senopati oleh Raden Wijaya, yang mendirikan Majapahit
dengan satu tekad: “Seorang brahmana yang suci bisa bersemadi, tetapi
seorang ksatria mempunyai tugas bertempur, membela tanah air.”
Geger Tarumanegara (Runtuhnya Sriwijaya Di Bumi Jawa)
Geger Tarumanegara (Runtuhnya Sriwijaya Di Bumi Jawa) merupakan novel
karya Kusyoto.
Dalam tahun 686 Kerajaan Tarumanagara takluk di bawah panji kebesaran
kerajaan Sriwijaya, Prabu Dapunta Hyang Sri Jayanasa yang sebenarnya masih
menantu Prabu Linggawarman menempatkan orang-orang keperayaannya seperti
Senapati Apal dan Tumenggung Jari Kambang untuk mengelola negeri
taklukan tersebut.
Adalah Mentri Kanuruhan Rajendra, perwira tinggi Tarumanagara sebelum
perang meletus antara Tarumanagara dengan Sriwijaya telah menugaskan sang
adik Udayana untuk mengungsikan Udaka anaknya yang kala itu masih berusia
lima tahun agar meninggalkan tanah Tarumanagara sejauh mungkin. Di sebuah
desa di kaki Gunung Salak Udayana menggembleng Udaka yang namanya diganti
menjadi Taruma dengan harapan kelak Udaka atau Taruma mampu menghimpun
kekuatan untuk merebut kembali tanah Tarumanagara dari pendudukan Kerajaan
Sriwijaya.
Tujuh belas tahun kemudian, Taruma dan pamannya Udayana kembali ke
Tarumanagara, konflik pun terjadi hingga memaksa Mantri Kanuruhan Rajendra
sekeluarga tersingkir dari Keraton akibat konsfirasi busuk Senapati Ampal.
Di desa Gelino Mentri kanuruhan Rajendra mulai menyusun rencana kudeta
terhadap Tumenggung Jari kambang. Konflik pun semakin rumit dengan
kehadiran gerombolan Sempani yang memanfaatkan situasi mengatasnamakan
pergerakan kemerdekaan Tarumanagara yang sebenarnya untuk kepentingan
pribadinya.
Kisah pun semakin kompleks dengan kisah roman haru biru dari beberapa
tokoh utamanya, kisah-kisah cinta para kesatriya yang berbalut perjuangan
ini begitu menghentak sukma melebur dalam relung-relung jiwa membuahkan
kekuatan dahsyat dalam merobah tatanan sebuah negeri.
Api Di Bukit Menoreh
Cerbung Api Di Bukit Menoreh karya S.H Mintardja ini berkonsenterasi pada
tokoh penakut bernama Agung Sedayu, seorang adik senapati Pajang.
Seiring perjalanan waktu, hilanglah sifat penakut dalam diri Sedayu.
Bahkan dia menjadi satu nama yang diperhitungkan dalam dunia olah
kanuragan Jawa.
Meski Agung Sedayu menjadi seorang yang sakti namun dia tidak menjadi
congkak dan mendewakan diri. Sebaliknya seiring kemampuan yang meningkat
juga meningkatlah budi pekerti, semakin jadi manusia. Mengambil latar
waktu dari masa awal berdirinya Pajang sampai masa pemerintahan Panembahan
Hanyakrawati di Mataram, cerbung ini menyajikan sejarah dengan cara
bertutur yang baik.
Seakan penulis ingin membeberkan analisanya terhadap sejarah Indonesia dan
Tanah Jawa khususnya yang pelik dan penuh pertentangan antar saudara
sendiri. Cerbung ini akan menunjukkan pada anda apa arti kesabaran, hati
yang bersih, terutama bagaimana dendam akan menghancurkan siapa yang
bersinggungan dengannya. Cerbung ini tidak hanya berkisah tentang
kepahlawanan orang sakti, tapi lebih terutama bagaimana orang sakti itu
mengabdi tanpa kehilangan kemanusiaannya. Selamat membaca.